Tahun ajaran baru telah tiba, pendaftaran sekolah pun telah dibuka. Banyak orang tua yang mencari informasi tentang sekolah. Sekolah yang akan menjadi pilihan anaknya untuk belajar dan menambah pengetahuan. Para orang tua memilih beberapa sekolah yang menarik bagi mereka. Pilihan orang tua pada sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik berdasarkan orientasi ekonomi, sosial, agama, budaya dan yang terpenting adalah kualitas sekolah.
Pada kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, banyak orang tua menjatuhkan pilihan pada sekolah didasarkan kecenderungan ekonomi walaupun tidak menafikan kualitas. Harapan bagi mereka adalah pendidikan yang dapat dijangkau dan berkualitas.
Pendidkan Murah Berkualitas
Harapan sebagian besar rakyat Indonesia pada saat ini adalah mendapatkan layanan pendidikan yang murah dan berkulitas. Pendidikan murah menjadi barang langka bagi masyarakat miskin kota maupun desa. Semestinya pemerintah dapat menyediakan pendidikan murah yang tersebar disemua daerah dan dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dengan tanpa adanya diskriminasi. Ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 11: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.” Pada aspek pendanaan, pendidikan dasar tidak lagi menjadi beban orang tua tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, pemerintah tingkat I dan pemeritahan tingkat II. Namun dalam permasalahan pendanaan pendidikan dasar pemeritah belum dapat mengatasinya dengan baik, dapat terindikasi dengan banyaknya anak jalanan pada jam-jam sekolah. Disini perlu ada regulasi yang dilakukan oleh pemerintah mendirikan sekolah murah ditiap kota/kabupaten yang memiliki basik atau kantong-kantong kemiskinan.
Ditegaskan lebih lajut dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi”. Pendidikan yang berkualitas harus dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai tingkatan ekonomi, sosial, budaya, dan letak geografi. Menjadi keprihatinan bersama ketika pemerintah hanya dapat menyelenggarakan pendidikan berkualitas di daerah perkotaan. Bagi masyarakat pedesaan bahkan daerah terpencil dan pedalaman pendidikan berkualitas masih sekedar mimpi. Hal ini, menjadi bentuk kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanat UU Sisdiknas.
Dua aspek pendanaan dan kualitas pendidikan menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan yang berkualitas seringkali tidak dapat dijangku oleh masyarakat lapisan menengah ke bawah. Artinya masih ada diskriminasi bagi warga Negara dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Sekolah Nasional dan Internasional
Penyelenggaraan pendidikan berkualitas telah diatur dalam UU Sisdiknas pasal 50 dengan menerapkan; kebijakan Standar Nasional Pendidikan dan menyelenggarakan semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional setidaknya satu di tiap daerah kota/kabupaten. Dua peraturan di atas kemudian diterjemahkan menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Satuan pendidikan yang telah mendapatkan pengesahan sebagai SSN dapat mendongkrak reputasi sekolah bersangkutan. Pencapaian Sekolah Standar Nasional (SSN) tentunya satuan pendidikan tersebut telah mencapai standar-standar tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Standar tersebut telah diatur dalam peraturan pemerintah yang meliputi: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Satuan pendidikan yang telah mencapai delapan standar di atas pemerintah juga melakukan regulasi baru dengan mempersiapkan sekolah go internasional. Sekolah yang dipersipkan go internasional akan diberi tambahan muatan yang dapat mendukung sekolah bertaraf internasional. Sekolah yang dipersiapakan go internasional disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
RSBI memiliki kesamaan dengan SSN tetapi ada penambahan muatan bahasa asing dalam proses pembelajaran, standar penilaian dan lain sebagainya. Maka status sekolah RSBI lebih tinggi dari status sekolah SSN. Sekolah yang telah dilabeli SSN terlebih RSBI memiliki nilai tawar yang lebih tinggi bahkan bergengsi bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Dengan status baru itu, animo masyarakat untuk memasukan anak ke sekolah SSN dan RSBI semakin tinggi. Sebagaimana teori ekonomi semakin banyak permintaan maka harga barang semakin tinggi. Teori ekonomi itu juga diberlakukan pada dunia pendidikan. Semakin baik status sekolah maka semakin mahal biaya pendidikan yang ditawarkan.
Menjadi problem pada SSN terlebih pada RSBI. Pertama, tingginya pembiyaan pendidikan, menjadi permasalahan baru bagi masyarakat miskin, terlebih ketika pemerintah dan pemerintahan daerah memberikan kewenangan kepada sekolah yang bersetatus RSBI untuk mengabil pungutan uang sesuai dengan kebutuhan mereka dengan tanpa adanya penyeimbang dana APBN/APBD yang memadai. Kedua, terjadi tawar menawar harga kursi, bagi mereka yang berani membayar tinggi tentu akan mendapatkannya.
Pada persoalan ini, praktek kapitalisme terjadi dalam dunia pendidikan. Hanya mereka yang memiliki uang banyak yang dapat merasakan pendidikan berkualitas dengan menafikan in put atau kualitas peserta didik. Tentungnya dengan in put yang rendah tapi ber-duit, kualitas yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Maka tidak lagi menjadi Rintisan Sekalah Bertaraf Internasioanal tetapi lebih popular dengan Rintisan Sekalah Bertarif Internasioanal.
Kedepan perlu ada regulasi baru yang perlu diterapkan oleh pemerintah, tidak sekedar menyediakan Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tapi perlu juga menyedikan Sekolah Lokal. Sebagai sebuah ilustrasi bahwa kebudayaan Indonesia yang bersifat lokal telah go internasional contoh Wayang Kulit, Batik, Angklung, Gamelan Jawa, dan banyak budaya lokal lainnya. Maka untuk menunjukan jati diri sebagai bangsa yang besar tidak perlu merubah segala sesuatu (pendidikan dan kebudayaan) berstandar internasioanl. Tetapi yang terpenting budaya lokal bangsa Indonesia dapat dijadikan standar internasional. Maka pendidikan kedepat tidak menjadikan anak Indonesia patuh kepada kebudayaan luar dengan meninggalkan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
Sekolah lokal menjadi satu cara bangaimana anak Indonesia memamahami akan budayanya. Setelah mereka tahu budayanya tentu mereka akan menjalankan budayanya sebagai karakter dan pribadian bangsa. Titik akhir dari proses pendidikan lokal terjadilah suatu proses aktualisasi akan nilai budaya lokal menjadi anutan dan standar internasonal.
Permasalahan pendanaan pendidikan pada pada sekolah berkualitas (SSN dan RSBI) pemerintah harus menyediakan ruang dan kursi bangi masyarakat miskin. Regulasi yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah menyediakan 30% kursi bagi warga yang tidak mampu dengan melakukan subsidi silang.
Re-Branding dan Penguatan Kelembagaan PTNU Jawa Timur
21 January 2019IAI-Tribakti dalam Angka Desember 2018
31 December 2018Annual Conference for Muslim Scholars
23 April 2018Kedudukan Pendidikan Tinggi Islam
16 April 2018Pendidikan dan Pembangunan Disektor Pertanian
3 April 2018
Leave a reply Cancel reply
Recommended
-
Cetak Formulir KKN 2022
31 March 2022 -
Klinik Dan Bedah Jurnal Terakreditasi Nasional
29 December 2020