Jombang – Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Republik Indonesia, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.sc mengungkapkan terdapat tiga persoalan mendasar pada pendidikan tinggi di Indonesia.
“Tiga hal itu adalah inequality of access atau ketimpangan akses pendidikan tinggi, inequality of quality atau ketimpangan dalam hal kualitas, serta kurangnya relevansi pendidikan tinggi (less relevance of higher education),” sebutnya dalam sarasehan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA) Jombang, Sabtu (4/5/2024).
Pihaknya mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mendorong peningkatan nilai angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi sekaligus memperluas akses pendidikan tinggi yang berkualitas dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut. Pemerintah sendiri menemukan suatu dilema saat melihat adanya 1,2 juta pengangguran terdidik berdasarkan data BPS tahun 2022. Selain itu, terjadi perubahan landscape dunia kerja bahwa ijazah dan gelar akademik tidak lagi menjadi jaminan untuk memperoleh pekerjaan.
“Dengan demikian, pemerintah melalui Kemendikbud Ristek secara serius dalam membenahi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi,” ungkapnya.
Prof. Abdul Haris juga mengatakan bahwa sejumlah perguruan tinggi terus didorong untuk meningkatkan peringkat perguruan tinggi global, serta meningkatkan kualitas lulusan yang siap pada profesi tertentu.
Namun, ia menyebut adanya hambatan yang mana salah satu faktornya yakni lambannya perguruan tinggi dalam beradaptasi dengan perubahan yang kini menjadi persoalan serius. Selain itu, faktor lainnya adalah munculnya model alternatif dalam pendidikan dan pelatihan yang berbasis digital karena bisa didapatkan secara fleksibel serta segi operasionalnya yang murah.
“Oleh sebab itu, Dirjen Dikti beranggapan partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak bisa dinafikkan,” kata dia. Ia menyebut, dari sekitar 9,8 juta mahasiswa Indonesia, hampir 5,1 juta mahasiswa kuliah di perguruan tinggi swasta.
Di sisi lain dalam kelembagaan LPTNU perlu dilakukan penataan ulang dalam peningkatan Pendidikan Tinggi yang unggul. Ada 4 pekerjaan rumah besar yang perlu di benahi dalam PTNU. Prof. Yazidi dalam paparan yang di dampingi oleh Dr. A. Jauhar Fuad menyatakan bahwa terminologi Pendidikan Tinggi NU bisa dilihat dari kelembagaan dan nilai perjuangan dengan syarat kesediaan sebagai PTNU dan penerimaan dari NU, unsur yayasan, mengajarkan nilai ke-NU-an, dan aset.
PTNU perlu membekali mahasiswa dengan penguatan akidah Aswaja, kemandirian melalui kewirausahaan, Artificial Intelligence (AI), dan scientific data. Ini mendjadi bekal bagai mahasiswa setelah lulus dari PTNU. Strategi dan program kegiatan yang mengurai disparitas perlu dilakukan LPTNU.
Peningkatan mutu kelembagaan perlu dilaksanakan agar menjadi PTNU unggul dengan berpegang pada input, proses, dan output. Pimpinan dan yayasan perlu memahami ke-empat hal tersebut dan perlu dilakukan secara berkesinambungan. Akreditasi Perguruan Tinggi bukanlah tujuan tetapi konsekuensi dari proses yang telah dijalani. Capaian akreditasi menjadi barometer dan tolak ukur untuk melakukan perbaikan, pembenahan dan perubahan untuk menjadi lebih baik.
Rapat Tinjauan Manajemen UIT Lirboyo Kediri 2024
22 August 2024
Comments are closed.