APTIKIS Siapkan Simposium Internasional Tiga Negara, UIT Lirboyo Kediri Siap Tunjukkan Wajah Islam Moderat

Jakarta (2/8/2025) — Komitmen penguatan pendidikan tinggi Islam swasta Indonesia terus menunjukkan geliat baru. Sabtu lalu, Masjid Istiqlal Jakarta menjadi saksi awal dari sebuah langkah besar: Focus Group Discussion (FGD) yang diinisiasi oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (APTIKIS) sebagai rangkaian persiapan menuju simposium internasional di tiga negara Asia Tenggara.
Sebanyak 14 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS), termasuk Universitas Islam Tribakti (UIT) Lirboyo Kediri dalam hal ini diwakilkan oleh Dwita Nurulita, M.Pd, selaku Staf Lembaga Pengembangan Bahasa, Urusan Internasional dan Kerja sama, dijadwalkan mengikuti simposium yang akan digelar di Malaysia, Thailand, dan Singapura. FGD di ruang PKU-MI, Masjid Istiqlal itu menjadi arena menyamakan persepsi, menyusun strategi, dan mengonsolidasikan misi bersama: membawa wajah Islam Indonesia yang moderat, cendekia, dan kolaboratif ke panggung global.
Ketua Umum APTIKIS, Dr. Maslim Halimin, menegaskan bahwa inisiatif ini bukan sebatas seremoni internasional, melainkan bagian dari desain besar internasionalisasi PTKIS.
“Kami ingin PTKIS tidak hanya diperhitungkan di tingkat nasional, tetapi juga dipercaya dalam forum-forum ilmiah dunia. Intelektualitas Islam Indonesia punya kekayaan yang layak dikabarkan ke publik global,” ujarnya.
Dalam forum tersebut, hadir pula Staf Khusus Menteri Agama RI, Farid Saenong, yang menyampaikan dukungan penuh pemerintah terhadap langkah APTIKIS. Menurutnya, PTKIS memegang peran vital dalam mencetak generasi muda yang unggul secara akademik dan memiliki integritas keislaman.
“Kementerian Agama tidak hanya mendorong, tapi akan hadir sebagai mitra dalam setiap langkah besar yang diambil oleh PTKIS,” ungkapnya.
Sementara itu, Ismail Suardi Wekke, akademisi sekaligus anggota Dewan Pakar APTIKIS, menilai simposium ini sebagai diplomasi akademik yang menyatukan visi keilmuan dan kebangsaan.
“Kami membawa nama kampus, tapi juga membawa semangat Indonesia — negara dengan penduduk Muslim terbesar yang moderat, plural, dan aktif di panggung keilmuan global,” katanya.
Delegasi UIT Lirboyo Kediri, Dwita Nurulita, M.Pd., yang turut hadir dalam FGD tersebut, mengungkapkan bahwa keikutsertaan kampusnya dalam simposium internasional adalah kesempatan strategis untuk memperluas kontribusi akademik pesantren ke level global.
“UIT Lirboyo lahir dari rahim pesantren dengan tradisi keilmuan yang kuat. Melalui simposium ini, kami ingin menunjukkan bahwa tradisi pesantren mampu berdialog dengan dunia, memberikan kontribusi ilmiah, dan menawarkan solusi berbasis nilai-nilai Islam Nusantara yang damai serta adaptif terhadap perkembangan zaman,” tegasnya.
Bagi APTIKIS, simposium ini bukan sekadar ajang pertukaran makalah atau jaringan formalitas, melainkan momen berbagi nilai. Tujuannya, menunjukkan bahwa pendidikan Islam tak berada di pinggiran peradaban, melainkan menjadi pelaku utama perubahan sosial global.
Melalui jejaring ini, diharapkan terbangun kolaborasi lintas negara dalam bentuk riset bersama, publikasi internasional, hingga pertukaran mahasiswa dan dosen. Simposium tiga negara itu juga diposisikan sebagai medium diplomasi lunak (soft diplomacy) bagi dunia pendidikan Islam Indonesia.
APTIKIS menilai, saatnya PTKIS menjadi jendela peradaban. FGD di Istiqlal bukan sekadar rapat persiapan, melainkan fondasi bagi gerakan kolektif yang menandai era baru: kampus Islam swasta Indonesia yang berani bicara di forum internasional, tidak inferior, dan membawa gagasan besar untuk dunia.